Maraknya wacana mengenai kurikulum baru di Indonesia untuk tahun 2013, membuat pro dan kontra sebagian besar masyarakat, baik dari kalangan pelajar, tenaga pengajar, maupun masyarakat awam. Pemerintah merencanakan pemberlakuan kurikulum baru di awal tahun ajaran 2013/2014. Perubahan yang mendasar dari kurikulum sebelumnya adalah pada bagian Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Materi dalam kurikulum baru ini akan dipadatkan menjadi beberapa pelajaran saja.
Bila ditinjau dari masa berlaku kurikulum sebelumnya, KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) belum berlaku
satu dekade. Tentunya selama perjalanannya, banyak dinamika yang terjadi. Salah
satu dinamika yang terjadi adalah di tahun 2012 kelulusan siswa sekolah
menengah didasarkan pada nilai hasil ujian nasional dan nilai sekolah. Dengan diberlakukannya
nilai sekolah yang menentukan kelulusan ini, menunjukkan bahwa KTSP pada setiap
jenjang sekolah memang berbeda-beda. KTSP pada hakikatnya memang didasarkan
pada satuan pendidikan.
Salah satu hal yang akan dirubah dalam kurikulum pergiruan
tinggi adalah semakin sedikit jumlah mata kulai namun dengan jumlah SKS yang
banyak. Satu mata kuliah dapat memiliki 4-8 SKS per semesternya, serta untuk
praktikum, akan terintegrasi dalam mata kuliah itu. Menyikapi hal demikian, beberapa
mahasiswi kependidikan di universitas negeri di kota Yogyakarta berpendapat
bahwa dengan berlakunya kurikulum 2013, akan cukup memberatkan setiap mahasiswa.
Sebab, bila mahasiswa tersebut mendapat nilai yang kurang baik maka akan cukup
mempengaruhi IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). Selain itu, bagi mahasiswa yang
ingin memperbaiki nilai (mengulang) akan mengalami kendala. Dia juga mengatakan
bahwa, dengan diberlakukannya kurikulum baru akan memberatkan guru sebagai
tenaga lapangan yang terjun langsung dan siswa sebagai objek pendidikan, karena
perlu melakukan penyesuaian lagi.
Pembuatan dan penyusunan sebuah kurikulum harus dilakukan
secara matang agar nantinya kurikulum yang baru lebih efektif dan efisien.
Dibutuhkan penataran khusus kepada para tenaga pendidikan yang jumlahnya
mencapai jutaan. Tentunya bukan hal yang mudah. Penulis berpendapat, bila
pemerintah ingin memberlakukan kurikulum baru harus bijaksana, hendaknya
persiapan dilakukan lebih lama, paling tidak diberlakukan di tahun 2014. Sebab,
bagi seorang guru tidak hanya mengetahui, namun harus mengerti, menguasai, dan
mengaplikasikannya.
Memang tidak menyangkal bahwa sebuah kurikulum harus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, pemerintah pun harus lebih
bijaksana. Kata orang, pelan tapi pasti. Perubahan memang harus, namun akan
lebih bijaksana dilakukan secara perlahan dan bertahap agar terciptanya
kurikulum yang ideal dapat dicapai.
0 comments:
Post a Comment